Terima kasih sudah berkenan Bantu Share
Personal BLOG | Baru-baru ini banyak orang menerima kiriman sms dari KomInfo yang memberitahukan terkait dengan larangan memasang penguat sinyal (repeater) secara ilegal.
Hal tersebut dikarenakan bisa mengganggu layanan operator telekomunikasi.
Dikutip dari Kompas Tekno (20/12/13), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menemukan banyak perangkat penguat sinyal (repeater) ilegal yang mengganggu layanan operator telekomunikasi untuk publik, termasuk layanan telepon, SMS, dan data (internet).
Kemenkominfo mencatat, pada 2011 jaringan XL Axiata terganggu di Jakarta karena alat repeater ilegal. Jaringan Tri juga terganggu pada 2012 di Medan. Sementara di 2013, repeater ilegal mengganggu jaringan Telkomsel, XL Axiata, Indosat, Telkom, dan Smart Telecom di Jabodetabek, Surabaya, Surakarta, Medan, dan Denpasar.
Menurut Dirjen Sumberdaya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Kemenkominfo, Muhammad Budi Setiawan, gangguan disebabkan penggunaan repeater yang tidak terkontrol. Gangguan juga terdeteksi di Makassar, Surabaya, Denpasar, dan Batam.
“Kami dapat laporan dari operator, mereka terganggu repeater ilegal yang tidak tersertifikasi. Karena itu kami akan menertibkannya,” kata Budi.
Kemenkominfo melarang peredaran repeater yang tidak tersertifikasi dan tidak memenuhi persyaratan teknis. Budi menegaskan kepada pengguna dan pedagang, bahwa peredaran perangkat telekomunikasi tanpa sertifikat adalah tindakan melawan hukum.
Penggunaan repeater oleh selain operator tidak diperbolehkan, karena termasuk menggunakan frekuensi tanpa izin dan menyebabkan gangguan terhadap jaringan publik yang dapat diancam dengan pidana.
Group Head Regulatory Indosat, Risargati mengatakan, jika ada pengguna atau organisasi yang ingin memasang alat repeater, sebaiknya melakukan koordinasi dengan operator telekomunikasi.
“Operator akan menangani masalah ini dan memasang alat repeater yang sesuai standar Kemenkominfo,” terangnya.
Dampak gangguan
Repeater merupakan alat untuk meningkatkan kekuatan penerimaan sinyal di area lokal menggunakan antena penerimaan eksternal, amplifier sinyal, dan antena internal untuk transmisi ulang.
Cara kerjanya mirip dengan menara BTS yang digunakan oleh operator telekomunikasi, namun dalam kemasan yang lebih kecil untuk penggunaan dalam ruangan.
Pihak Kemenkominfo memberi contoh gangguan. Beberapa repeater yang mendukung frekuensi 900 MHz, misalnya, kinerjanya bisa melebar hingga ke jaringan downlink CDMA (850 MHz). Karena sinyal downlink-nya sangat besar, ketika sinyal itu diteruskan ke BTS operator GSM, maka BTS GSM itu akan mengalami saturasi.
Contoh lain adalah, pelanggan Indosat memasang repeater ilegal karena merasa BTS Indosat berada jauh dari tempatnya. Sementara, repeater yang dipasang dekat dengan BTS XL Axiata. Dalam kasus ini, pelanggan Indosat mungkin tidak mengalami gangguan, namun besar kemungkinan pelanggan XL yang berada di sekitar repeater ilegal itu akan mengalami gangguan karena power yang diterima terlalu tinggi.
Penggunaan repeater ilegal melanggar Pasal 32, Pasal 38, Pasal 52, dan Pasal 55 UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi. Dalam Pasal 38, disebut bahwa “Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan gangguan fisik dan elektromagnetik terhadap penyelenggaraan telekomunikasi.
Sementara di Pada Pasal 55, disebut “Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dipidana dengan pidana pejara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp 600.000.000.”