Terima kasih sudah berkenan Bantu Share
Awas ! Berikut ini Bahaya Gadget untuk Anak !
Personal BLOG | Bahaya Gadget | Setiap orang tua sudah pasti selalu ingin membahagiakan anaknya. Salah satu hal yang paling dianggap wajar cara untuk membahagiakan anak yaitu dengan cara memberikan apa yang anak inginkan.
Padahal tahukaah kita bahwa untuk menyayangi anak bukan berarti harus memberikan apa yang anak inginkan. Jika orang bijak mungkin lebih dikenal dengan pernyataan, “Berilah apa yang anak BUTUHKAN dan Jangan Berilah apa yang anak INGINKAN”.
Terkait dengan nasihat bijak tersebut diatas, ada sebuah tulisan yang menurut saya sangat baik untuk dibaca oleh setiap orang tua di era teknologi komunikasi dan internet seperti sekarang ini.
Tulisan yang saya kutipkan langsung dari detikHealth (8/1/14) ini memberikan nasihat kepada orang tua untuk tidak memberi kebebasan kepada anak terkait dengan pemberian teknologi gadget dan teknologi lainya.
Mungkin di era seperti saat ini, banyak orang memiliki kebiasaan yang sama terkait dengan anggapan, bahwa gadget bisa jadi salah satu solusi bagi orang tua untuk mendiamkan anak. Padahal, dengan enteng menggunakan gadget sebagai cara membuat anak diam justru bahaya bagi anak.
“Secara fisik, dari sisi tulangnya itu akan melengkung, tulang nggak tumbuh dengan baik, dia jadi bungkuk, menulis aja nempel di meja, nggak bisa berdiri tegak, begitu juga tulang lehernya,” kata psikolog Kasandra Putranto.
Diakui Kasandra, memang dari sisi mental anak bisa lebih sigap sebagai akibat dari respons dia terhadap games. Tapi dari sisi tangan, tulang si anak juga kurang bergerak, selain itu, sisi negatif terhadap perkembangan mentalnya yakni anak jadi mudah marah atau agresif karena terpengaruh mainannya.
“Dia juga terpaku indoor activity tidak kuat secara fisik, tidak mau keluar. Lalu secara psikologis dia nggak mau capek, lelah,” kata Kasandra di sela-sela Talkshow ‘Ibu Juara untuk Keluarga SeGar’ di Jakarta Convention Center, Jakarta, dan ditulis pada Rabu (8/1/2014).
“Belum lagi adiksi pornografi, game, atau media sosial sehingga dia mereduksi hubungan interpesonal, tidak mau bersosialisasi, mereduksi kesempatan mendapat prestasi, dan melakukan aktivitas fisik yang menjauhkan diri dari sehat,” imbuhnya.
Menurut Kasandra, faktor lain yang bisa membiasakan anak suka asyik sendiri dan malas melakukan aktivitas fisik adalah dibiasakan ditinggal nonton televisi sendiri. Hal ini tidak hanya dilakukan orang tua tapi juga orang yang menjaga misalnya kakak atau pengasuh. Padahal, menurut American Academic of Pediatrics, anak di bawah umur dua tahun boleh terpapar internet, tv serta media tiga atau empat dimensi hanya kurang dari dua jam.
“Anak di boks terus disetelin tv anak ngeliatin tv karena mamanya mau nyuci, mau masak, ini bahaya nggak boleh. Terus ngasih game di gadget, sengaja dikasih supaya anak anteng dan tidak rewel,” katanya.
Sebaiknya, latih anak agar bisa aktif sejak ia masih bayi. Saat dia mau bergerak, maka orang tua harus membiarkan asal tetap dalam pengawasan. Contoh lain ketika anak memberantakkan mainannya, saran Kasandra biarkan saja dan justru nanti suruh ia membereskannya.
“Begitu juga saat makan sendiri, latih dia, jangan terburu-buru ingin menyuapi, biarkan ia gerak. Makin lama tahapan bergeraknya kan meningkat dari bisa angkat leher, merangkak, berdiri, sampai naik tangga misalnya,” papar wanita yang juga menjadi Humas Ikatan Psikologi Klinis ini.
Jika orang tua sibuk, mereka harus pandai mengatur waktu agar mempunyai quality time dengan si anak. “Bagaimana manajemen dalam keluarga harus dilakukan dengan baik karena waktu dengan anak-anak itu tidak akan kembali lagi,” pungkasnya. |ilustrasi gambar: news.com.au