Terima kasih sudah berkenan Bantu Share
10 Pelajaran Hidup yang Tidak Akan Kamu Dapatkan di Bangku Kuliah.
Personal BLOG | Bisa menikmati kesempatan di bangu kuliah di perguruan tinggi tentunya sebuah kebanggan, karena tidak semua orang bisa merasakanya.
Pada saat masa-masa kuliah bisa dijadikan ajang atau kesempatan seseorang untuk mengembangkan diri seseorang.
Melalui bangku kuliah juga, seseorang bisa mendalami ilmu yang diminati, bergaul dengan teman dari berbagai latar belakang, belajar lebih mengenal diri sendiri, dan masih banyak hal lain yang bisa dimaksimalkan saat masih menyandang predikat mahasiswa.
Beberapa kampus memang dinilai mampu melahirkan nama-nama besar, hal itu tidak berlebihan ketika banyak orang tua bekerja keras mati-matian dengan harapan anak-anaknya bisa menikmati bangku kuliah.
Tidak hanya itu saja, konon katanya dengan memiliki pengalaman pendidikan hingga bangku kuliah juga menurut sebagian orang diyakini bisa membuat seseorang lebih mudah memperoleh pekerjaan dengan gaji yang tinggi.
Apalagi untuk anda yang bercita-cita ingin jadi PNS, maka ijazah bergelar sarjana perguruan tinggi menjadi syarat mutlak untuk beberapa posisi/jabatan tinggi.
Namun, tahukah anda bahwa diluar kelebihan-kelebihan diatas, ternyata kampus tidak lantas lunas mampu memberikan semua yang kita butuhkan sebagai bekal hidup di masa depan.
Ada beberapa hal-hal yang sebenarnya sangat kita butuhkan dalam hidup, tapi tak bisa kamu dapatkan di bangku perkuliahan. Apa saja pelajaran-pelajaran hidup itu? Yuk, simak satu per satu!
Berikut ini 10 Pelajaran Hidup yang Tidak Akan Kamu Dapatkan di Bangku Kuliah dikutip dari hipwee.com
#1. Pembelajaran di kelas tidak mengajarkanmu cara berkembang dengan cepat. Kemampuan komunikasi dan kelihaian bekerja hanya bisa kamu pelajari lewat persaingan dunia kerja yang ketat.
Baik mahasiswa yang individualis atau mereka yang terbiasa bekerja dengan kelompoknya terbukti bisa sama-sama sukses di kampus. Kemampuan komunikasi atau bekerja sama dengan orang lain tidak jadi isu yang begitu penting. Padahal, yang terjadi di dunia nyata justru sebaliknya.
Tugas-tugas kantor mengharuskanmu bisa bekerja dalam tim. Misalnya, seorang staf marketing tak bisa begitu saja menentukan strategi marketing yang paling cocok untuk perusahaan. Sebuah keputusan baru bisa diambil setelah proses diskusi panjang dengan staf lain yang terlibat, persetujuan dari atasan, hingga akhirnya diputuskan. Demi bisa melewati proses ini dengan lancar, kemampuan komunikasi adalah yang kamu andalkan. Intinya, baik gaya bicara, sikap, dan kemampuan mengontrol emosi diri harus benar-benar diperhatikan.
#2. Gelar setinggi langit tak serta merta mengajarkanmu soal kepekaan. Hanya dari interaksi di tempat kerja kamu akan belajar bagaimana caranya menjaga perasaan.
Saat kuliah kamu merasa bisa bebas menjadi dirimu sendiri. Kamu bisa lugas menegaskan apa yang kamu suka dan tidak disukai. Ketika mendapat tugas kelompok, kamu juga punya kesempatan untuk menghindari teman-teman yang tidak membuatmu merasa nyaman.
Namun, hidup dalam lingkungan sosial yang lebih luas mendidikmu untuk belajar menahan diri. Kecil kemungkinan kamu bisa memilih tim kerja yang kamu sukai lantaran hal itu biasanya sudah ditetapkan perusahaan. Kamu seharusnya siap menghadapi berbagai karakter rekan-rekan kerjamu. Sementara, menjaga sikap dan tutur katamu pun sudah jadi hal yang wajib karena dari situlah mereka akan menilai dirimu.
#3. Tak ada pelajaran kuliah yang mengajarimu cara praktis mengatur pengeluaran. Saat kekurangan uang dengan rekening yang pas-pasan, barulah kamu akan belajar bertahan.
Setelah lulus dan hidup mandiri, salah satu tantangan terbesar yang harus dihadapi adalah mengatur keuanganmu. Tentang bagaimana menyeimbangkan pemasukan dan pengeluaran. Menghitung gaji lalu menyesuaikannya dengan berbagai kebutuhan yang tidak bisa tidak dipenuhi. Kamu pun sekuat-kuatnya berusaha menyisihkan uang demi bisa punya tabungan. Walaupun terdengar tidak mudah, ‘matang’ secara finasial adalah tuntutan di usia dewasa.
#4. Hidup ternyata bukan soal tujuan. Tapi proses panjang di baliknyalah yang akan menempamu agar berkembang.
Sistem belajar di kampus membiasakan kita berorientasi pada nilai. Kadang, ketika hasil ujian tak cukup memuaskan, kita akan merasa kecewa atau bahkan sedih. Kondisi ini bisa jadi membuatmu cenderung ambisius, terlalu fokus pada tujuan tapi tak menikmati proses. Kamu boleh jadi dapat nilai bagus tapi tak lekat-lekat meresapi ilmu yang kamu pelajari.
Lepas dari kampus menjadikanmu sadar bahwa hidup tak selalu soal tujuan atau target. Menghadapi berbagai tugas dari bos meyakinkanui bahwa setiap hari adalah proses belajar dan kesempatan bertumbuh jadi pegawai sekaligus pribadi yang lebih baik. Bahkan, kamu pun belajar untuk selalu siap menghadapi kemungkinan gagal yang bisa datang kapan saja. Yang pasti, sekali dua kali jatuh tak lantas menghentikan langkahmu, kamu akan bergegas berlari dan melanjutkan perjalananmu.
#5. IPK tinggi tidak menjamin keberhasilanmu. Tapi, justru koneksi dan jejaring luaslah yang akan membantu.
Jika saat kuliah pertemananmu hanya berkutat di lingkungan jurusan atau fakultas, tentu akan berbeda setelah lulus. Pasalnya, kamu butuh menjalin pertemanan yang lebih luas – dengan lebih banyak teman dari berbagai latar belakang. Yang pasti, kelak saat mencari pekerjaan atau merintis bisnis, kamu akan menyadari pentingya koneksi tersebut.
#6. Kamu tak boleh bergantung pada orang lain. Kawan akan datang dan pergi. Satu-satunya yang bisa kamu harapkan adalah dirimu sendiri.
Semua orang berproses dengan kehidupan mereka masing-masing, termasuk teman-temanmu. Dulu, saat masih kuliah, banyak hal yang kalian bisa lewati bersama. Mengerjakan tugas, makan siang, nongkrong sepulang kuliah; kebersamaan ini harus diakui menjadikan beban hidupmu sedikit terasa lebih ringan.
Namun, keadaan akan 180 derajat berubah ketika satu-persatu temanmu lulus. Mereka mulai melanjutkan hidup ke jenjang selanjutnya; mulai menjajal berbagai lowongan pekerjaan, melanjutkan kuliah S2, atau justru memutuskan untuk segera menikah. Bukan berarti tak lagi peduli satu sama lain, tapi masing-masing individu memang harus memperjuangkan hidupnya sendiri. Kamu pun sudah seharusnya mulai berjuang sendiri demi masa depanmu.
#7. Sikap rendah hati dan kemauan untuk belajar tak lantas tumbuh saat kamu mengikuti perkuliahan. Mereka hanya akan kamu dapatkan lewat pengalaman nyata di lapangan.
Sebagai lulusan Jurusan Sastra yang bekerja di bidang jurnalistik, ilmu-ilmu tentang kesusastraan ternyata tak seberapa digunakan. Menulis berita dan artikel dengan teman-tema populer justru memaksamu memperdalam wawasan dan kemampuan tata bahasa. Jika saat kuliah kamu terbiasa menulis dengan gaya bahasa yang ilmiah dan cenderung kaku, pekerjaan menuntutmu lebih luwes dengan berbagai gaya penulisan.
Yang pasti, proses belajar tidak begitu saja berhenti setelah sah menyandang gelar sarjana. Memasuki dunia kerja berarti memulai proses belajarmu kembali. Bukan lewat buku-buku perkuliahan atau catatan dari dosen, kamu justru belajar dari tugas-tugas yang didelegasikan atasan padamu. Misalnya, ketika didaulat menulis tentang fenomena kemacetan Jakarta, kebutuhan mencari dan menyusun data adalah proses belajar yang secara tak langsung kamu lakoni.
#8. Hanya lewat interaksi sehari-hari kamu mampu membedakan antara kawan dan lawan. Lewat cara inilah kamu bisa bertahan di tengah persaingan.
Ketika masih kuliah, kamu dengan mudah melabeli satu persatu temanmu. Dia yang selalu iri ketika nilaimu ternyata lebih baik dari nilainya bukanlah teman. Kawan adalah dia yang selalu menyemangatimu saat ujian, atau dia yang selalu berbaik hati meminjamkan catatan.
Sementara, yang terjadi di dunia kerja justru jauh berbeda. Bahkan, teman dan lawan akan sangat sulit dibedakan. Rekan kerja yang setiap makan siang selalu menemani dan jadi teman mengobrol, bisa jadi saingan terberatmu. Mungkin, dialah yang menjadikanmu gagal mendapat promosi lantaran prestasinya ternyata lebih baik darimu.
Apakah hal ini salah? Tentu tidak. Setiap orang berhak berjuang secara profesional untuk karirnya. Kamu pun selayaknya bisa berlaku dewasa dengan tidak membiarkan urusan pekerjaan mempengaruhi pertemanan kalian.
#9. Senioritas tak akan membantumu untuk maju. Kerja keras dan kegigihan adalah dua hal yang akan menentukan kesuksesanmu.
Dalam budaya pergaulan di kampus dikenal istilah senior dan junior. Adik tingkat sebagai junior terdidik menghormati kakak tingkat atau senior yang biasanya lebih tua atau lebih dahulu mengenyam pendidikan di kampus. Merekalah yang sedikit banyak membantu mengenalkan dunia kampus padamu – saat perlu meminjam buku atau ingin bertanya tentang karakter dosen-dosen pembimbing misalnya.
Namun, sistem ini tentu tak berlaku di dunia kerja. Usia bukanlah patokan yang menentukan siapa yang seharusnya lebih dihormati atau dianggap senior. Maganer-mu di kantor bisa jadi usianya lebih muda darimu dan hal itu sah-sah saja. Yang pasti, semangat kerja dan perjuangannya bisa jadi lebih besar darimu lantaran posisi dan pencapaian juga jauh di atasmu.
#10. Di bangku kuliah, kamu hanya akan gelisah saat salah mengerjakan soal ujian. Namun di dunia kerja nanti, kamu perlu belajar bahwa kesalahan tak boleh membuatmu menyerah dalam kegagalan.
Nilai ujian yang jelek atau saat tak bisa menjawab pertanyaan dosen di kelas mungkin membuatmu terlihat tidak pintar. Tapi, dunia kerja menjadikan kesalahan sebagai sesuatu yang justru berharga. Kesalahan atau kegagalan justru menunjukkan usahamu yang terus-menerus. Misalnya, seorang entrepreneur yang beberapa kali bangkrut justru akhirnya bisa menemukan bidang usaha yang paling sesuai untuk digelutinya.
Dari uraian diatas, sudah cukupkah bekal yang kamu punya untuk menjejak dunia yang sebenarnya dengan bekal pengetahuanmu selama di bangku kuliah? Jika belum, jangan jadikan dirimu takut, ya! Tak ada pilihan lain kecuali mempersiapkan dirimu mulai sekarang demi masa depanmu kelak!
Namun, hidup dalam lingkungan sosial yang lebih luas mendidikmu untuk belajar menahan diri. Kecil kemungkinan kamu bisa memilih tim kerja yang kamu sukai lantaran hal itu biasanya sudah ditetapkan perusahaan. Kamu seharusnya siap menghadapi berbagai karakter rekan-rekan kerjamu. Sementara, menjaga sikap dan tutur katamu pun sudah jadi hal yang wajib karena dari situlah mereka akan menilai dirimu.