Terima kasih sudah berkenan Bantu Share
Jasad Terduga Teroris yang konsisten mempertahankan idiologi mereka walau nyawa taruhanya. Berbeda dengan koruptor yang semakin licik dan tidak pernah mau mengakui kesalahan mereka apalagi mempertanggungjawabkan perbuatan korup mereka. | Foto: detikNews.
Beberapa waktu lalu saat warga sedang bersiap merayakan Tahun Baru 2014, Terjadi penggerebekan terhadap beberapa orang yang diduga adalah teroris. Dalam penggerebekan tersebut dikabarkan jika para pelaku teroris tidak bersedia menyerahkan diri sehingga baku tembak pun terjadi.
Setelah baku tembak berjam-jam, akhirnya drama penangkapan terhadap teroris berakhir dengan meninggalnya 6 terduga teroris. Selain berhasil membunuh ke 6 terduga teroris tersebut, Polisi juga berhasil mengamankan berbagai alat bukti.
Dari peristiwa tersebut belum ada yang tahu persis kepastian dan kebenaran dari cerita Polisi tersebut karena semuanya memang hanya merupakan laporan “sepihak” dari pihak Polisi.
Mungkin karena alasan dan laporan sepihak dari kepolisian tersebutlah yang kemudian membuat perwakilan dari Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) protes atas penembakan terhadap 6 terduga teroris oleh Densus 88 di Ciputat, Tangerang Selatan. Bahkan JAT menyebut aksi Densus 88 dianggap sebagai sebagai pembunuhan brutal.
Namun dari serangkaian peristiwa tersebut saya tidak akan membicarakan terkait dengan kebenaran tidaknya dari kasus tersebut.
Melalui tulisan ini saya jadi berfikir, Jika memang semua yang Polisi sebutkan itu benar. Maka saya beranggapan jika para pelaku teror (teroris) itu ternyata semakin berani dan konsisten dengan tindakan yang mereka lakukan sehingga mereka para teroris berani mempertahankan idiologi mereka hingga mati sekalipun.
Keberanian para teroris tersebut tentunya teramat sangat berbandik terbalik dengan para pelaku korupsi di Indonesia.
Para Koruptor di Indonesia semakin Licik dan Pengecut. Mereka para koruptor bersembunyi dan memakai seragam bernama jabatan dan atas wakil rakyat untuk melindungi perbuatan korupsi yang mereka lakukan.
Para koruptor begitu lihai dan semakin licik serta sehalus mungkin dalam menjalankan aksi korupsi mereka. Dengan berjuta tipu daya dan samar serta sulit diketahui dan dibuktikan, mereka terus melakukan aksi korupsi.
Koruptor di negeri ini juga setiap hari selalu berinovasi dan berkreasi menciptakan triks dan berjuta tipu daya bagaimana perilaku korup mereka tidak terendus oleh KPK.
Singkat kata, koruptor di Indonesia akan selalu dan terus berusaha bekerja keras untuk terus korupsi dan korupsi. Keserakahan dan ketamakan mereka menjadikan sikap dan perbuatan korup mereka sebagai hal yang wajib mereka lakukan untuk menghidupi tidak hanya untuk keluarga dan keturunan mereka saja, tapi juga untuk partai mereka?
Bukankah pada kenyataanya setiap para pelaku koruptor rata-rata berasal dari kader partai? Dan bukankah jika bicara kader partai, maka setiap kader partai wajib “SETOR” dan iuran ke Partai?, sedangkan partai juga tidak pernah bertanya dan peduli darimana kader partai tersebut mendapatkan dana untuk setoran partai?
Sudah begitu, yang jauh lebih menjijikan lagi adalah ketika para koruptor tersebut tertangkap KPK dengan alat bukti dan saksinya, mereka mengelak dan berlomba-lomba untuk TIDAK MENGAKUInya.
Bahkan mereka menyewa pengacara untuk mencari pembelaan bahkan jika perlu dan bisa, si pengacara harus pandai mencarikan celah dan kelemahan hukum supaya bagaimana dirinya walau jelas-jelas melakukan korupsi, tapi jika bisa mereka bisa bebas dengan bantuan kecerdasan sang pengacara. Jika diperlukan menyuap jaksa dan hakim juga dilakukan.
Singkat kata, para koruptor itu memang dalam diri mereka yang ada hanyalah sifat Licik jadi wajar saja ketika tertangkap dan terbukti mereka tetap saja masih bersifat PENGECUT karena tidak berani mengakui kesalahanya dan tidak berani bertanggungjawab dengan perilakunya.
Mungkin hal inilah yang sangat membedakan antara pelaku teroris dengan koruptor.
Mereka para Teroris memang sejak awal secara idiologi dan pemikiran mereka sudah MEYAKINI jika apa yang mereka lakukan itu dalah BENAR. Karena landasan idiologi mereka itulah kemudian mereka berani mempertahankan idiologi mereka walau smapai MATI sekalipun.
Berbeda dengan para KORUPTOR, Mereka para koruptor tidak punya IDIOLOGI karena sejatinya mereka para koruptor SESADAR-SADARNYA jika perilaku KORUP mereka itu adalah SALAH, tapi karena kerakusan dan ketamakan, mereka kemudian tidak peduli BENAR ATAU SALAH sehingga saat mereka tertangkap, para koruptor ini akan MEMBELA DIRI jika mereka tidak korupsi walau sudah ada bukti dan saksi.
Tapi dengan sikap para koruptor yang seperti itu menunjukan dan memperlihatkan kepada kita bahwa mereka para koruptor memang segerombolan orang-orang LICIK dan PENGECUT!
Saya sangat tidak setuju dengan mereka para pelaku teroris, tapi saya teramat sangat jauh lebih benci lagi kepada mereka para Koruptor, dan yang jauh lebih membuatku jijik lagi adalah kepada mereka yang selalu dan mendukung para Koruptor !.
Melalui tulisan ini saya juga ingin sampaikan bahwa di tahun 2014 ini, koruptor tidak pernah takut dengan KPK, terlebih ini jelang PEMILU. Para koruptor berfikirnya bukan ketakutan jika tertangkap KPK. Tapi yang mereka lakukan setiap detik dan setiap menit adalah, bagaimana mereka para pelaku koruptor itu membuat strategi seLICIK mungkin supaya tidak ketahuan KPK.
Dan bukan hanya itu, mereka para pelaku Koruptor juga sudah pasti menyiapkan strategi bagaimana nanti ketika TERTANGKAP sekalipun, mereka berfikir bagaimana supaya tidak dihukum berat bahkan jika perlu bebas. Bahkan mereka juga sangat mungkin menyiapkan dan mendoktrin para pendukungnya jika suatu saat mereka tertangkap melakukan korupsi, para pendukung SETIA mereka tidak boleh percaya jika mereka KORUPSI sehingga pendukungnya akan tetap setia mendukung si Koruptor tersebut.
Memang menyeramkan kondisi negeri ini karena pelaku korupsi di Indonesia semakin LICIK dan PENGECUT untuk tidak pernah mau mengakui dan bertanggungjawab dengan perilaku korup yang sudah mereka lakukan.