Kontroversi Perubahan Pencairan Dana JHT menjadi 10 Tahun

Terima kasih sudah berkenan Bantu Share

Kontroversi Perubahan Pencairan Dana JHT menjadi 10 Tahun | Kebijakan JHT dianggap “JaHaT”

Simulasi perolehan JHTBarusaja saya membaca curhatan seorang salah satu seorang karyawan yang memutuskan untuk mengundurkan diri dari pekerjaanya dan berniat untuk berwirausaha. Sebuah niat dan rencana yang tentunya sangat baik sekali.

Namun sayangnya, keputusanya tersebut harus berakhir dengan “petaka”!

Ya, dianggap petaka karena karyawan tersebut dalam rencananya dalam mengembangkan usahanya modal tambahan yang digunakan akan menggunakan dana Jaminan Hari Tua [JHT] yang sudah dia ikuti.

Namun malangnya, karyawan tersebut justru tidak bisa mencairkan dana JHT yang akan dia gunakan sebagai tambahan modal usahanya. Kenapa tidak bisa mencairkan? karena adanya perubahan peraturan dan kebijakan yang sebelumnya bisa dicairkan selama 5 tahun, dalam aturan terbaru mulai 1 Juli 2015, dana JHT baru bisa dicairkan minimal 10 tahun.

Selama 10 tahun itu pula, ternyata juga tidak bisa dicairkan dengan secara total melainkan harus bertahap.

Dari cerita diatas, anda bisa membayangkan betapa pusin dan kecewanya akryawan tersebut diatas. Jika anda ingin ikut berpartisipasi atas nasib para karyawan sebagaimana yang saya ceritakan tersebut diatas, silahkan anda bisa mengikuti PETISI yang meminta supaya kebijakan pencairan yang harus menunggu 10 tahun tersebut supaya DICABUT melalui petisi di Change.ORG yang sudah mendapatkan dukungan ribuan hingga puluhan ribu.

Dari kisah tersebut diatas, saya jadi ingin mengeluarkan pendapat saya tentang sesuatu yang dimata saya sangat tidak bisa saya terima akal berfikir sehat saya.

Pertama, mari kita pelajari terlebih dahulu, apa itu sebenarnya JHT yang berada dalam bendera BPJS Ketenagakerjaan.

Untuk anda yang belum mengetahui tentang apa itu JHT, silahkan baca selengkapnya DISINI.

Pada prinsipnya, BPJS Tenaga Kerja yang salah satunya ada JHT, sebenarnya itu memang sangat baik tentunya. Namun sebagaimana program-program pemerintah, seringkali selalu BAIK dalam publikasi dan PERENCANAANYA saja, namun dalam pelaksanaanya masih terlalu SERING banyak buruknya. Perubahan pencairan JHT ini salah satunya.

Menurut saya, Dana JHT itu kan sebenarnya berasal dari Perusahaan 3,7% dan dari karyawan Tenaga Kerja 2%. Kalau kita runtut, perusahaan setor 3,7% itu kan juga hasilnya pasti dari kerja karyawanya kan? jadi ujung-ujungnya saya memahaminya setoran JHT itu sumbernya milik tenaga kerja [karyawan].

Karena dana JHT itu merupakan uang milik para karyawan yang disetorkan setiap bulanya, Kenapa untuk mencairkanya, NEGARA dalam hal ini melalui BPJS Ketenagakerjaan membuat aturan “SEMAU” mereka sendiri?

Bahkan harus menunggu sampai 10 tahun? Kalau itu UANG NEGARA, silahkan saja anda membuat aturan semau “perut” anda sendiri. TAPI INGAT! itu bukan uang anda melainkan uang TENAGA KERJA!

Ya, itu uang para tenaga kerja yang mereka kerja peras keringat tiap hari yang disetorkan tiap bulanya selama bertahun-tahun dengan harapan tentunya dalam pencairanya seharusnya dibuat SESUAI KEINGINAN TENAGA KERJA, toh itu uang memang uang para tenaga kerja.

Oke, boleh saja pihak BPJS Ketenagakerjaan menyatakan jika JHT memang artinya sendiri Jaminan Hari Tua [JHT], jadi mereka beranggapan kalau diberikan tidak pada saat Hari Tua, namanya bukan JHT.

Itu secara teori atau keilmuwan mungkin bisa benar, namun secara situasi dan kondisi serta rasa kemanusian, terlebih bicara hak asasi, maka pemilik uang jika menurut saya jauh memiliki hak daripada mereka [pengelola].

Jika mereka [pengelola JHT] berdalih jika dahulu awalnya JHT memang dibuat awalnya bisa dicairkan untuk 10 tahun setelah bekerja, namun karena 1998 terjadi krisis, maka kebijakanya diubah menjadi 5 tahun.

Nah, sekarang ini menurut mereka [pengelola JHT] mungkin sudah tidak dianggap krisis, tapi faktanya, jika bicara krisis apalagi kebutuhan, yang tahu banget itu bukan mereka [pengelola JHT] melainkan, ya para pemilik uang itu yaitu para tenaga kerja.

Jadi mungkin memang kebijakan JHT ini memang harus dipertimbangkan lagi, dan perlu dirembug lagi dengan para tenaga kerja sebagai PEMILIK dari dana-dana tersebut.

Jika memang para PEMILIK UANG tersebut yaitu para tenaga kerja setuju dengan kebijakan pengelola JHT, silahkan sjaa dilanjut. Tapi jika memang mayoritas TETAP MENOLAK, pertanyaan saya, APA HAK ANDA [Pengelola JHT]?

Saya tegaskan lagi disini, jika Uang-uang itu bersumber dari dana NEGARA, silahkan saja anda buat ATURAN SESUKA kalian, mau lima tahun atau puluhan tahun sekalipun itu hak anda sebagai pemilik uangnya. Tapi kalau soal JHT ini kan yang punya UANG itu para pekerja, bukan anda.

Saya juga jadi curiga, jangan-jangan dalam proyek dan pengelolaan JHT ini ada kongkalikong yang ambil UNTUNG atas pengelolaan JHT, sampai-sampai kok pihak JHT memberikan imbauan terkait adanya SANKSI terhadap perusahaan yang tidak ikut daftar program JHT?

Tapi semoga saja dugaan saya salah dan sama sekali tidak benar. Semoga…

Saya memang tidak daftar JHT karena memang saya bekerja sendiri dan selama ini juga lebih baik mengelola keuangan saya sendiri. Ngapain juga menyerahkan uang kita ke BPJS Ketenagakerjaan yang lebih-lebih sekarang sudah tahu begitu sulitnya proses pencairanya, semoga jangan sampai deh ikutan iuran JHT.

Namun saya tetap ikut prihatin kepada nasib para tenaga kerja Indonesia yang sudah bekerja bertahun-tahun dan menyisihkan untuk setoran JHT namun dalam pencairanya begitu lama dan begitu sulitnya. Semoga masalah ini cepat terselesaikan dengan cara dan solusi terbaik yang tidak merugikan para pekerja sebagai PEMILIK uang mereka!

Terima kasih sudah berkenan Bantu Share

About Ari Suseno

Anak petani, Publisher Google, YouTube, Affiliate (2004 - Sekarang). Jika anda ingin belajar membuat blog, website, Google Adsense, Affiliate, ngembangin channels YouTube kamu. Dengan senang hati siap berbagi ilmu, selama saya mampu dan bisa :-)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *